
Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengapresiasi usulan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena untuk membangun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Energi Baru Terbarukan di NTT. Foto: Istimewa.
JAKARTA, ukmdanbursa.com – Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengapresiasi usulan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena untuk membangun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Energi Baru Terbarukan (EBT) di Flores. Hal ini untuk memperkuat dan memperdalam sosialisasi tentang pentingnya kemandirian EBT.
“Bapak Gubernur NTT juga meminta adanya program studi (prodi) khusus tentang EBT, yang bisa kita tempatkan di sejumlah perguruan tinggi. Ini adalah ide yang brilian dari seorang kepala daerah,” ujar Eniya dalam keterangan usai pertemuan dengan Gubernur NTT dan tim di Jakarta, Senin (28/7/2025)
Eniya mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan para pengembang energi baru terbarukan yang beroperasi di Flores, untuk terlibat aktif dalam proses sosialisasi dan edukasi publik tentang pentingnya kemandirian energi ini. Kementerian ESDM akan melibatkan pusat strategi kebijakan untuk memprioritaskan program tersebut.
Hal senada diungkapkan Direktur Panas Bumi EBTKE Gigih Udi Atmo. Menurut dia, sejumlah perguruan tinggi negeri seperti ITB, IPB, dan UI akan dilibatkan untuk program sosialisasi dan edukasi EBT di Flores.
“Ini usulan yang gemilang dari Pak Gubernur NTT. Hal ini sejalan dengan tagline kami: Dari Flores untuk Flores. Pada gilirannya nanti, putera-puteri daerah yang telah terampil dan terdidik bisa mengisi pos-pos penting pada proyek pengembangan energi baru terbarukan di NTT,” ujar dia.
Baca juga:
Dampak Kesepakatan Perdagangan Amerika–Indonesia terhadap Ekonomi Politik

Bangun SMK EBT
Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Timur Melki Laka Lena menjamin Pemprov NTT akan membangun sekolah menengah kejuruan (SMK) yang akan berfokus pada penjurusan EBT. “Kita ingin masyarakat kita dididik sejak muda untuk paham kemandirian energi, energi hijau, dan transformasi energi, yang sedang dilakukan oleh hampir semua negara di dunia,” ujar Melki.
Ditemui secara terpisah, EVP Panas Bumi PLN John YS Rembet menyatakan, PLN siap bekerja sama dengan Ditjen EBTKE dan Pemprov NTT untuk semakin rajin memberikan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat perihal energi baru terbarukan. Pihaknya akan mengalokasikan perhatian dan sejumlah hal untuk program yang baik tersebut.
“Ini termasuk corporate social responsibility (CSR). Selain itu, TJSL (tanggung jawab sosial dan lingkungan),” ungkap John.

Baca juga:
Kesepakatan Kemitraan Ekonomi dengan Eropa Dorong Ekspor Melonjak 50%, Siapa Diuntungkan?
VP Stakeholder and Relation Sokoria Geothermal Indonesia Ali Sahid mengatakan siap mengindahkan semua rekomendasi yang disampaikan Gubernur NTT. Ini terutama soal CSR untuk keberlangsungan dan keberlanjutan lingkungan hidup.
“CSR kami mencakup banyak hal. Ini mulai dari pendidikan, kesehatan, dan ekonomi hingga lingkungan, sosial, budaya, dan agama,” ucap Ali.
Pro-Kontra
Sementara itu, sejumlah proyek eksplorasi dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sedang dipersiapkan di Flores. Pulau di NTT ini dikenal memiliki potensi EBT panas bumi atau geotermal yang besar. Potensinya tersebar di beberapa daerah, di antaranya di Kabupaten Manggarai, Ngada, dan Ende.
Meski berpotensi menyokong ketahanan energi hijau nasional, pengembangan ini menuai pro-kontra. Sejumlah kalangan masyarakat sipil dan tokoh agama menolak pengembangan geotermal di Flores. Salah satu penolakan muncul dari kalangan Gereja Katolik di Bajawa dan Ruteng.
Kalangan Gereja Katolik itu dikabarkan menyatakan menolak pembangunan geotermal setelah mendapatkan masukan dari masyarakat. Tokoh agama ini menilai proyek energi terbarukan panas bumi dapat mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat adat.
Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat sebelumnya menyebut, eksplorasi itu berada di kawasan hutan adat, sumber mata air, dan situs-situs sakral masyarakat lokal. “Pembangunan yang mengabaikan kehendak rakyat, akan kehilangan legitimasi moral dan sosial,” tegasnya dalam surat pastoral tahun 2023.
Kekhawatiran utama terhadap proyek geotermal adalah potensi kerusakan ekosistem dalam jangka panjang. Proses pengeboran dan pembangunan fasilitas pembangkit dikhawatirkan dapat mengubah struktur geologi dan menimbulkan pencemaran air tanah.