
Ketua Umum SP IMPPI William Yani Wea sebagai perwakilan dari KSPSI AGN dan Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban bersama dengan rekan-rekan aktivis buruh dari berbagai belahan dunia di forum L20, Senin (28/7/2025). Foto: Dokumentasi/ukmdanbursa.com.
GEORGE, ukmdanbursa.com – Ketua Umum Serikat Pekerja IMPPI William Yani Wea mengatakan, kelompok negara-negara G20 tidak boleh menjadi forum elitis yang hanya menguntungkan negara-negara maju dan korporasi besar. Ia juga mendesak kelompok 20 negara/ekonomi dengan produk domestik bruto terbesar itu agar tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi menjadikan pekerja sebagai subjek utama pembangunan.
“Kami prihatin dengan ketimpangan kebijakan global. Kami perwakilan serikat pekerja dari berbagai negara menyerukan pentingnya solidaritas global dan reformasi sistem ekonomi melalui Kontrak Sosial Baru,” katanya dalam keterangan usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Serikat Buruh atau Labour 20 (L20) Summit 2025 di Fancourt, George, Afrika Selatan, Rabu (30/7/2025).
Mengusung tema besar “Mendorong Solidaritas, Kesetaraan, dan Keberlanjutan melalui Kontrak Sosial Baru”, forum global itu menjadi suara penting gerakan buruh dunia dalam proses pengambilan keputusan G20.
Berita terkait:
Astra Otoparts (AUTO) Solid Mengarungi Fluktuasi Ekonomi, Ekspor Melejit

Ia mengatakan, pihaknya mendorong agar serikat pekerja tidak hanya menjadi pendengar simbolik, tapi mitra sejajar dalam menyusun arah kebijakan global. Negara-negara berkembang, termasuk pekerjanya, punya hak atas pemulihan ekonomi yang adil.
“Forum tahunan L20 Summit 2025 ini menjadi wadah strategis bagi suara pekerja untuk terlibat dalam proses G20, dengan menyoroti isu ketimpangan, krisis iklim, perdagangan eksploitatif, dan pekerjaan tidak layak,” papar William.
Delegasi Indonesia yang menghadiri forum tersebut adalah Ketua Umum Serikat Pekerja Informal Migran dan Pekerja Profesional Indonesia (SP IMPPI) William Yani Wea sebagai perwakilan dari KSPSI AGN, dan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban.
Indonesia Jangan Terus Dibebani Skema Berat Sebelah
Ia menegaskan pula, negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa terus dibebani oleh skema yang berat sebelah. “Isu yang menjadi perhatian utama, antara lain, ketimpangan pemulihan pascapandemi, krisis geopolitik yang mengancam stabilitas global, serta perlunya transisi hijau yang adil (just transition). Dalam diskusi bertema ‘Kebijakan Industri Hijau dan Transisi yang Adil’, delegasi Indonesia juga menyuarakan pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja sektor terdampak seperti tambang dan energi fosil,” ujarnya.
William yang tengah melanjutkan pendidikan S3 di IPDN itu menyampaikan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam melindungi pekerja informal dan rentan. Ini terutama dalam konteks ekonomi digital dan perubahan iklim.
“Kita tidak bisa bicara tentang keberlanjutan tanpa keadilan. Transisi hijau harus melibatkan pekerja dari awal, dengan jaminan pelatihan, perlindungan pendapatan, dan pekerjaan baru yang layak,” tandasnya.
L20 juga menyoroti dampak perdagangan bebas terhadap eksploitasi pekerja dan kerusakan lingkungan. Para peserta menyuarakan agar semua perjanjian dagang ke depan wajib mencantumkan perlindungan hak-hak dasar pekerja sesuai standar ILO, serta memastikan keterlibatan serikat dalam proses perundingan.
Para pembicara dalam L20 Summit juga menekankan bahwa G20 harus membuka ruang yang lebih besar bagi suara pekerja dalam setiap proses kebijakan global, dan forum ini menjadi bagian penting dalam menjembatani suara rakyat pekerja ke meja-meja kekuasaan.