
Ilustrasi Pledoi Thomas Trikasih Lembong, 9 Juli 2025.
JAKARTA, ukmdanbursa.com – Thomas Trikasih Lembong, menteri perdagangan era Presiden Joko Widodo (Jokowi), menyampaikan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (9/7/2025). Nota pembelaan ini dibacakan pada sidang kasus dugaan korupsi dalam importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015- 2016, yang berkaitan dengan impor gula mentah (raw sugar).
“Saya membantu kampanye (sebagai Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024) sejak Oktober 2023. Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) tanggal 3 Oktober 2023,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) era Jokowi ini mengawali keterangannya, di Jakarta, Rabu.
Jaksa, lanjut Tom Lembong, ‘menggeser gawang’ dugaan kerugian negara. Dalam press conference Oktober 2024 jaksa menyebut badan usaha milik negara (BUMN) “kehilangan profit” karena penugasan impor diberikan ke swasta. Sedangkan dalam dakwaan Februari 2025 disebut PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI “lebih bayar” harga beli gula putih di atas Harga Patokan Petani (HPP). Selain itu, impor gula mentah menghasilkan bea masuk dan Produk Dalam Rangka Impor (PDRI) yang lebih rendah dari gula putih.
“Jika impor bahan baku dianggap tindakan pidana, maka (berarti) hakim menyatakan kegiatan industri adalah ilegal, (artinya) tutup seluruh industri manufaktur. Jaksa menangkap saya dengan dua tuduhan yang sangat tidak jelas, lalu dengan sewenang-wenang mengubah total tuduhan tersebut 4 bulan kemudian,” tandas Tom Lembong.

Ilustrasi. Sumber: Pledoi Tom Lembong.
Jaksa Tak Tuduh Lembong Terima Uang
Lembong juga menegaskan, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum final, tapi ia sudah dijadikan tersangka dan ditahan. Ia menilai jaksa menetapkan hukum yang tidak konsisten, hukum yang tebang pilih.
“Jaksa sendiri pun dari awal tidak pernah menuduh saya menerima apa-apa, dan dalam press conference, uang Rp 565 miliar itu uang titipan bukan uang sitaan. Jaksa gagal menafsirkan peraturan untuk menuduh saya,” ujarnya.

Ilustrasi. Sumber: Pledoi Tom Lembong.
Hal ini, lanjut Lembong, terkait dengan Kepmenperindag No 527/2004 dan Permendag No 117/2015 yang tidak melarang impor gula mentah. Impor raw sugar juga dapat dilakukan oleh swasta yang memiliki Angka Pengenal Importir – Produsen (API-P) dan mendapat persetujuan menteri Perdagangan. Sedangkan impor gula kristal putih hanya dapat dilakukan oleh BUMN yang memiliki API-Umum (API-U).
“Impor gula (mentah) tahun 2015 itu mengganti stok gula 100.000 ton yang sebelumnya dipinjam oleh pemerintah (di masa Mendag Rachmat Gobel) dari PT Angels Products. Apakah harusnya saya (bertindak mewakili pemerintah dalam persoalan terkait) tidak menggantinya? Apakah harusnya ngemplang utang pemerintah?” ujar Lembong.
Kesembilan perusahaan swasta tersebut, tutur Lembong, juga bersaksi bahwa mereka tidak mengenalnya sebelum, saat, dan setelah ia menjabat mendag.
.

Petikan peraturan impor gula saat Lembong menjadi menteri perdagangan era pemerintahan Presiden Jokowi periode pertama. Sumber: Pledoi Tom Lembong.
“Tuduhan Jaksa ke-5 adalah ‘bersalah karena tidak tunjuk BUMN ….’ dan tuduhan ke-6 ‘bersalah karena tunjuk BUMN’. Tuduhan kepada saya ini tidak jelas,” papar Lembong.
Lembong juga membeberkan tuduhan jaksa bahwa importasi gula mentah tersebut tidak ada persetujuan Rapat Koordinasi (Rakor), dan kebijakannya saat itu bertentangan dengan Rakor. Sedangkan fakta persidangan mengungkapkan 3 hal terkait, yakni Kemenko Perekonomian tidak berwenang mengatur teknis sektoral; wewenang Kemenko Perekonomian terbatas pada koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian; serta risalah Rakortas hanya merupakan acuan.
Defisit Produksi
Lembong juga menyebutkan tidak ada surplus produksi gula di Tanah Air. Apalagi, stoknya saat itu berkurang.
“(Kita lihat) data produksi dan konsumsi gula 2015: bagaimana bisa surplus kalau stok berkurang? Pada Januari, persediaan awal GKP (gula kristal putih) 1.182.400 ton, sedangkan persediaan akhir — termasuk dengan adanya impor — 816.602 ton,” katanya.
Sejalan dengan menipisnya persediaan, harga GKP juga naik 3,8% pada Desember 2015, berdasarkan data Neraca GKP. Berdasarkan data itu, produksi GKP eks tebu sepanjang 2025 sebanyak 2,50 juta ton, sedangkan konsumsi RI mencapai 2,93 juta ton.

Sumber: Pledoi Tom Lembong.
“Saya dituduh menerbitkan izin impor saat produksi dalam negeri cukup. Padahal (berdasarkan data) produksi gula dalam negeri kurang dan harga gula naik drastis 15% (sepanjang tahun 2015). Saya dituduh merugikan petani, padahal faktanya seluruh hasil petani tebu terserap. Saya dituduh menerbitkan izin impor tanpa rekomendasi Kemenperin, padahal rekomendasi tersebut memang tidak diperlukan,” ungkapnya.
Lembong juga mengutip kembali penjelasan Siswo Sujanto, ahli keuangan negara yang dihadirkan jaksa. Siswo mengatakan, kepentingan masyarakat harus diutamakan, bahkan di atas kepentingan keuangan negara.
“Jaksa juga menyebut perusahaan gula rafinasi swasta tidak dapat mengolah GKM (gula kristal mentah) menjadi GKP. Itu tidak benar. KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 10721 itu bidang usaha adalah ‘industri gula pasir’, kapasitas digunakan untuk gula putih/gula murni, dan diversifikasi produk diperbolehkan. Kalau waktu itu saya batalkan penugasan PPI dan memberikan sepenuhnya kepada koperasi-koperasi, apakah saya tidak akan dituduh menyebabkan kerugian negara akibat ‘kelebihan bayar’ (pembelian di harga diatas HPP)?” tandasnya.
HPP, kata Lembong, adalah harga minimum untuk menjaga kesejahteraan petani (tebu). Ini bukan harga maksimum.
“Selain itu, distributors are the market. Tidak ada ‘Operasi Pasar’ tanpa keterlibatan pedagang atau distributor,” ujarnya.

Sumber: Pledoi Tom Lembong.
Justru Beri Nilai Tambah Dalam Negeri
Lembong juga menyebut, dalam Risalah Rakortas Gula 28 Desember 2015 antara lain diputuskan 2 hal. Ini mencakup:
1) Prognosa ketersediaan dan kebutuhan gula pasir tahun 2016.
Stok akhir sebesar 840.611 ton, yang dapat digunakan untuk bulan Januari sampai April 2016, di mana dalam rentang waktu tersebut tidak ada kegiatan giling tebu. Diperkirakan giling tebu baru akan dimulai pada bulan Juni 2016, sehingga stok minimal yang harus dimiliki adalah sebanyak 1,1 juta ton dengan asumsi konsumsi gula RI sebanyak 220.000 ton per bulan. Dengan demikian, perkiraan kekurangannya adalah sebesar 200.000 ton.
2) Apabila stok yang ada diharuskan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka seperti tahun-tahun sebelumnyä, dilakukan impor gula dalam bentuk raw sugar agar terdapat nilai tambah bagi pabrik-pabrik gula di dalam negeri.


Sumber: Pledoi Tom Lembong.
Satu dekade kemudian, kata Lembong, jumlah gula yang di impor tahun 2016 terbukti tepat. Stok gula kembali ke titik optimal (1,25 juta ton). Harga juga terkendali.
“Jumlah gula yang diimpor justru tepat dan sesuai prinsip Rakor 28 Desember 2015. Setelah 20 kali sidang, jaksa tetap gagal total dalam menyesuaikan tuntutannya,” tandas Lembong.
Di akhir pledoinya, Lembong menyatakan terus mencintai Indonesia. Ia juga akan terus mengabdi pada pada bangsa ini.
“Semoga Tuhan Allah memberkati kita semua, dan senantiasa membawa kita ke arah yang lebih baik,” tuturnya.
