
Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto. Foto: Istimewa.
JAKARTA, ukmdanbursa.com – Bank Indonesia dinilai sebenarnya masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga acuan, BI Rate, dari 5,50% ke 5,25%. Pasalnya, di tengah kondisi ekonomi yang tidak sedang baik-baik saja, kebijakan moneter yang diambil harus harmonis dengan kebijakan pemberian stimulus yang telah dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Lima stimulus fiskal pada Juni-Juli 2025 telah digelontorkan pemerintah, yang juga untuk memitigasi dampak tingginya ketidakpastian global.
Besaran suku bunga kebijakan BI Rate akan diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia selama dua hari, yang akan berakhir Rabu (16/7/2025) siang ini. Pada RDG Juni lalu, BI mempertahankan suku bunga acuan 5,50%.
“Perasaan saya mixed. Ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja, PHK (pemutusan hubungan kerja) terjadi di mana-mana. Sarjana saja nyari pekerjaan susah. Mohon maaf, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta buka lowongan kerja petugas kebersihan, banyak sarjana ikut melamar. Apalagi stabilitas rupiah kita 1-3 bulan ini sudah relatif stabil, sudah price in dengan issue Indonesia yang dikenakan kenaikan tarif impor resiprokal AS 32% yang kemudian turun ke 19%,” kata Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto, kepada ukmdanbursa.com, Jakarta, Rabu (16/7/2025) siang.
Ryan mengatakan, langkah BI harus harmonis dengan kebijakan pemerintahan Prabowo yang telah menggelontorkan stimulus, yakni bersifat dovish. Dengan demikian akan mendorong menggairahkan kembali ekonomi sektor riil maupun pasar modal Indonesia, baik pasar saham maupun obligasi seperti Surat Berharga Negara (SBN) valas dan rupiah.
Bank sentral yang bersifat dovish adalah menerapkan kebijakan akomodasi ekonomi yang longgar (accommodative monetary policy). “Ini bahasanya financial pro-growth. Yang berarti kebijakan moneter dan fiskal sejalan, untuk countercyclical policy atau membalikkan keadaaan ekonomi yang melambat (agar pertumbuhan kembali melaju),” tandas Ryan.
Kebijakan penurunan suku bunga acuan BI Rate juga dimungkinkan, lanjut dia, lantaran inflasi Indonesia terkendali. Badan Pusat Statistik mencatat, pada Juni 2025 terjadi inflasi year on year sebesar 1,87%, atau di rentang bawah sasaran inflasi BI 1,5-3,5% tahun ini.
Berita terkait:
https://ukmdanbursa.com/truk-kena-pungli-rp-150-juta-ini-strategi-kemenhub/


Penyaluran Kredit Cenderung Susah
Ryan menjelaskan, ekonomi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja juga ditandai dengan penyaluran kredit yang cenderung susah. Jika sebelumnya direncanakan pertumbuhan kredit mencapai 12%, kini terus menurun hingga di bawah 10%.
“Arahnya bahkan pertumbuhan kredit ke 8%. Ini karena industri dan pelaku usaha termasuk yang mikro menunda permintaan kredit ke perbankan. Sekarang bank menyalurkan kredit tidak gampang, karena relatif kondisi ekonomi tidak bersahabat,” ucap Ryan.
Itulah sebabnya pemerintah menyalurkan lima stimulus fiskal pada Juni-Juli 2025, sebagai upaya untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan, stimulus fiskal ini akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non-APBN. Total anggaran mencapai sekitar Rp 24,44 triliun dan diberikan kepada sejumlah kelompok, mulai guru honorer hingga pekerja kelas menengah-bawah.
Berita terkait:
https://ukmdanbursa.com/kesepakatan-kemitraan-ekonomi-dengan-eropa-dorong-ekspor-melonjak-50-siapa-diuntungkan/
Saran Investasi Instrumen Pendapatan Tetap
Sementara itu, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyarankan investor untuk berinvestasi pada instrumen reksa dana pendapatan tetap (fixed income fund/bond fund), yang menawarkan fitur pendapatan pasif rutin bulanan, dalam menghadapi volatilitas ekonomi dan pasar modal. M Arief Maulana, Head of Wealth Management Mirae Asset, menjelaskan bahwa ketidakpastian makroekonomi tinggi dan volatilitas pasar yang meningkat saat ini dapat menjadi momentum bagi investor untuk berinvestasi pada instrumen yang relatif stabil dan berpendapatan rutin.
“Reksa dana pendapatan pasif rutin bulanan (monthly passive income bond fund) menjadi alternatif yang strategis, apalagi di tengah volatilitas dan ketidakpastian yang tinggi seperti sekarang,” ujar Arief dalam Media Day: July 2025 by Mirae Asset di Jakarta, 15 Juli 2025.
Terkait volatilitas dan ketidakpastian ekonomi yang tinggi, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyampaikan, saat ini sedang terjadi tren capital outflow yang cukup besar di pasar saham Indonesia, meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia masih positif.

4 thoughts on “BI Ada Ruang Turunkan BI Rate, untuk Menggairahkan Sektor Riil dan Pasar Modal”